Nihil sub sôle novum. Tidak ada yang baru di bawah matahari. Ya, kita tak lagi bisa mengklaim kebaruan apapun, sebab kita tak pernah tahu apa yang sudah dan sedang terjadi di bagian bumi yang lain. Barangkali segala hal telah ditemukan dan segala sesuatu sudah pernah didefinisikan. Siapa yang tahu? Peradaban manusia timbul dan tenggelam, sementara sejarah terlalu samar sekaligus nisbi.
Ketika semua huruf sudah di-kata-kan dan semua kata sudah dikalimatkan, apa yang kini sedang kalian baca barangkali hanya bentuk lain dari sesuatu yang sejatinya sama atau sebelumnya pernah ada. Siapa yang tahu? Bahasa manusia begitu kaya untuk kita mengerti seluruhnya, sementara gagasan-gagasan manusia bagai samudera luas yang teramat liar, misteri sekaligus selalu gagal disederhanakan.
Tugas kita memang bukan untuk ‘mencipta’—dalam pengertian sesungguhnya. Tak, kita tak mungkin bisa! Bahkan akal-pengetahuan, sesuatu yang membedakan kita dengan binatang atau tumbuhan, pun sepenuhnya pemberian Tuhan. Tidak ada yang benar-benar baru, kecuali ‘sintesis’, persinggungan-persinggungan terjauh yang sanggup kita reka dari residu peradaban manusia. Kita hanya bertugas ‘menyusun’ yang terserak: menyalakan kayu bakar yang sudah ada, dengan api yang juga sudah ditemukan—dengan udara yang, ah ya, sudah tersedia.
Demikianlah, sungguh, tak ada lagi kebaruan! Kita mendengar suara-suara samar dari sejarah peradaban manusia yang panjang, lalu kita rapalkan lagi kata-kata yang sebenarnya sudah pernah diucapkan manusia lainnya. Siapa yang tahu?
Barangkali, kalaupun orisinalitas itu ada, yang sungguh-sungguh baru bukanlah ‘objek’-nya, tetapi ‘subjek’ yang bersitatap dengannya. Juga konteks, bagaimana si subjek memperlakukan objek di hadapannya. Akhirnya, kreativitas manusia adalah soal bagaimana mereka memperlakukan ‘objek’ yang ada di sekeliling dirinya dengan pendekatan yang ‘lain’; memberikan konteks baru bagi sesuatu yang sesungguhnya tak baru.
Ah ya, manusia memang tak pernah diberi tugas untuk ‘mencipta’ dari tiada menjadi ada. Tak! Kita tak akan sanggup melakukannya. Manusia hanya diberi tugas untuk memahami ‘ada’ untuk mentransformasikannya menjadi ‘ada’ yang lain.
Nihil sub sole novum nec valet quisquam dicere ecce hoc recens est iam enim praecessit in saeculis quae fuerunt ante nos. Pusing? Saya juga pusing! Sudah jam 13.10 rupanya. Dan saya mulai sulit membedakan khayalan dan kenyataan. Semua yang dibaca sejak tadi, jangan dimasukkan ke dalam pikiran, apalagi ke dalam hati. Tak usah menambah beban. Selamat malam dan bermimpilah yang indah. Sekian dan terima kasih sudah menemani saya meracau. :))
Fahd Djibran - Denpasar, 2-12-2011
*Foto diambil dari sini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment