Fahd Djibrna's Journal

Curhat Setan: Manusia Tentukan Hidupnya!

print this page
send email
aturan dan agama keangkuhan
yang hadir setelah kebebasan
surga selalu jadi ekspektasi
meski dosa penuhi hidupmu

setankah alasan bodohnya rutinitasmu
atau pilihan manusia untuk benar dan salah

kau tahu dunia tergerak olehmu
lalu kenapa setan selalu disalahkan

kembalikan semua pada diri kita
hancurkan semua alasan bodoh itu
setan bukanlah penguasa jiwa
manusia tentukan hidupnya

[Curhat Setan, music by BFDF, lyric by Futih BFDF & Fahd Djibran]

Sebelumnya, saya ingin mengucapkan terima kasih atas sambutan yang tak saya sangka-sangka atas buku A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa dari kalian semua. E-mail-e-mail yang datang pada saya, berbagai resensi, komentar di blog, maupun pesan yang masuk melalui Facebook membuat saya yakin dan bersemangat untuk terus “memprovokasi” lebih banyak lagi anak muda untuk “bertanya” dan “berefleksi” pada seluruh persoalan hidup yang sedang kita hadapi.

Apalagi, beberapa dari mereka yang mengirim pesan dan berkomentar atas buku itu menyatakan bahwa mereka mulai tergerak untuk tidak sekadar menerima apa saja yang datang dalam kehidupan mereka. Mereka mulai berani “menunda”, memberi jarak, dan memantul-pantulkannya terlebih dahulu sebelum sesuatu itu diterima dan dijalankan—differance, kata Jacques Derrida.

Jika kita sepakat bahwa sebuah karya, apa pun itu, merupakan formulasi dari pengetahuan, gagasan, nilai, makna-makna, pengalaman, bentuk kognisi dan ekspresi mental dari penciptanya, maka sketsa, prosa, cerita, atau apa pun itu, yang saya hadirkan dalam buku-buku dan seluruh karya saya adalah ikhtiar saya untuk berbagi—dengan cara yang paling mungkin saya lakukan: menulis. Jika “hal-hal yang saya bagikan” itu kelak mampu menghidupi dirinya sendiri, saya sudah merasa cukup. Apalagi, bila “hal-hal yang saya bagikan” itu memiliki “energi-hidup” yang bisa bermanfaat bagi orang lain; saya patut merasa bangga. Tentu saja, hal yang paling berharga bagi penulis atau kreator mana pun adalah ketika karyanya memberikan manfaat bagi siapa pun yang mendekati dan bersentuhan dengannya—meskipun sedikit.

Alasan itulah yang kini mendorong saya kembali menulis “semacam sekuel” untuk A Cat In My Eyes: Karena Bertanya Membuatmu Berdosa. Namun, kali ini, konsep dan pengemasan judulnya dibuat agak berbeda; Curhat Setan: Karena Berdosa Membuatmu Selalu Bertanya. Saya masih menulis dengan gaya yang cenderung pendek, menghadirkan hal-hal sederhana di keseharian, dan tetap berusaha meninjau ulang kelaziman-kelaziman yang sebenarnya patut atau justru harus dipertanyakan dan dirumuskan ulang (pe-)makna(-an)nya.

Kali ini, mungkin semacam “curhat”—dalam curhat tak ada batas yang sepenuhnya harus dipatuhi, bukan? Maka, barangkali kalian akan (kembali) kesulitan menentukan genre buku ini karena disajikan dengan gaya yang saya sendiri tak tahu harus menyebutnya apa. Sebab, “curhat” bagi saya tak butuh gaya atau genre, curhat adalah seni melepaskan sesuatu yang sebelumnya terkurung dalam “rumah keong” diri sendiri untuk menemukan temannya di luar sana—sesuatu yang meski terbaca, terlihat, atau terdengar sederhana, namun sebenarnya berangkat dari semangat, usaha, dan itikad yang sungguh-sungguh.

Karena berdosa membuatmu selalu bertanya; inilah tema diskusi kita dalam buku saya kali ini. Tanpa kita sadari dosalah yang membuat manusia bertumbuh dan semakin dewasa. Bahkan, tanpa bermaksud berlebihan, kadang-kadang institusi dosalah yang membuat manusia kreatif dalam merumuskan langkah-langkah baru yang akan ia tempuh. Bayangkan jika tak pernah ada institusi “salah” dan “dosa”, tentu hidup kita lempang. Sebab, seringkali—untuk tak mengatakan selalu—salah dan dosalah yang membuat kita merenung, berintrospeksi, bertanya-tanya… dan perenungan, introspeksi, serta pertanyaanlah yang membuat kecerdasan kita berkembang, kedewasaan kita tumbuh, dan kemanusiaan kita menemukan maknanya.

Namun, sayangnya selama ini kita didik dan dibiasakan untuk mengkambinghitamkan setan sebagai musabab dari segala salah dan dosa. Tanpa kesadaran, kemampuan, dan keinginan untuk berpikir, merenung, dan mengakui bahwa sebenarnya kitalah yang menentukan arah hidup kita sendiri—benar dan salah, hitam dan putih, baik dan buruk. Setan hanyalah instrumen yang memberi pilihan kesalahan dan kedosaan, ia hanya mengajak, mempersuasi, ia bukan yang menentukan hidup kita. Di sisi lain, ada instrumen lain yang selalu mempersuasi dan menarik kita pada kebenaran-kebenaran dan kebaikan-kebaikan. Manusia ada di tengah-tengah keduanya, memiliki kehendak bebas dan kewenangan untuk menentukan mana yang ingin ia pilih dan ikuti. Seperti kata BFDF:

setankah alasan bodohnya rutinitasmu
atau pilihan manusia tuk benar dan salah
kau tahu dunia tergerak olehmu
lalu kenapa setan selalu disalahkan

kembalikan semua pada diri kita
hancurkan semua alasan bodoh itu
setan bukanlah penguasa jiwa
manusia tentukan hidupnya

Kita melalui institusi agama—terlebih dengan tafsir yang keliru-keliru—justru membuat segalanya menjadi terasa “wajar” ketika kita berbuat salah dan dosa, sebab kita bisa menyalahkan oknum yang mendalangi semuanya: setan. Jadilah kita tak pernah benar-benar belajar mengakui dan menentukan bahwa yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar dengan kemampuan dan kesadaran kita sendiri. Inilah pertanyaan kritis yang sedang diajukan BFDF: kau tahu dunia tergerak olehmu, lalu kenapa setan selalu disalahkan?

Inilah Curhat Setan. Sebuah cermin lain yang ingin mengatakan kepadamu bahwa setan bukanlah penguasa jiwamu, tapi kamulah yang memiliki kewenangan, pilihan, otoritas, dan kehendak bebas untuk menentukan benar dan salah hidupmu. Belajarlah untuk mengakui kesalahan dan dosa-dosa. Belajarlah untuk menjadi manusia bebas yang menentukan hidupnya sendiri.

***

No book is an island, and my debts are great. Saya ingin berterima kasih pada GagasMedia yang (sekali lagi) memberi kesempatan untuk saya memprovokasi lebih banyak anak muda untuk “bertanya” dan memaknai ulang hidup yang mereka hidupi dan hidup yang ingin mereka hidup-hidupkan. Terutama untuk Windy Ariestanty, yang begitu baik dan penuh semangat. Gita Romadhona, editor buku ini dan buku saya sebelumnya di GagasMedia. Jeffri Fernando yang membuatkan desain yang sangat “berkonsep” untuk cover buku ini. Dan tentu saja, teman-teman pembaca blog pribadi saya (http://www.ruangtengah.co.nr) yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas support dan apresiasinya selama ini. Dan tentu saja, BFDF, band beraliran melodic punk asal Bandung yang membuatkan soundtrack yang begitu hebat untuk buku ini. Terima kasih untuk Bassit Anugrah (bass), Fahri Abdul Rosyid (drum), Dzikri Ayatullah (melodic guitar) dan tentu saja Futih Aljihadi (guitar, vocal) atas karya musik kalian yang membuat pesan buku ini akan lebih menggema dan didengar sebanyak mungkin orang.

Akhirnya, bagi kalian yang mengira Zira adalah saya. Kalian akan menemukan bahwa Zira ternyata bukan saya dalam buku ini. Dan, bagi kalian yang bertanya-tanya siapa kira-kira J dalam Pertanyaan untuk J, kali ini saya menghadirkan tokoh baru, K, dalam Pertanyaan untuk K. Selamat menebak. Inilah Curhat Setan, selamat mendengarkan!

Salam,
Fahd Djibran

PS. Silakan men-download soundtrack Curhat Setan dari BFDF di sini.

0 comments:

Post a Comment