Teman-teman yang baik, semoga kalian senantiasa berada dalam kebaikan.
Melalui surat ini, saya hanya ingin menyampaikan satu hal sederhana… yang seringkali kita anggap sepele dan bahkan kita abaikan, namun sebenarnya penting untuk kita perhatikan dan selesaikan bersama. Ini tentang hidup. Aku dan kamu, kita semua.
Tahukah kalian, saat ini setiap hari ada lebih dari 115.000 bayi korban aborsi. Kalau satu tahun adalah 365 hari, berarti dalam satu tahun ada 41.975.000 calon bayi yang kehilangan hak hidupnya. Jumlah itu bisa lebih banyak lagi, mengingat kita tak pernah tahu berapa jumlah bayi yang diaborsi secara diam-diam—sembunyi-sembunyi.
Di Indonesia sendiri, ada 2.000.000 lebih kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya. Itu bukan apa-apa sebelum kelian melihat fakta ini, bila jumlah korban meninggal perang Vietnam (58.151), perang Korea (54.246), PD II (407.316), PD I (116.708), Perang Sipil (498.332), dan perang-perang lainnya dijumlahkan, hasil penjumlahannya tidak akan lebih besar daripada jumlah bayi korban aborsi.
Apakah kita akan tetap membiarkan kejahatan ini tetap terjadi? Bila tidak, teruskanlah membaca pesan kebaikan ini;
Bila kejahatan orang tua pada (calon) anaknya lebih dari 41.975.000 setahun, sesungguhnya ada angka yang lebih besar lagi. Angka tadi, kalilakanlah 100 atau lebih. Hasilnya, itulah jumlah “kejahatan” yang dilakukan anak-anak kepada para orang tuanya—terutama kepada para Ibu yang telah merelakan setengah nyawanya ketika mengandung dan merawatnya selama 9 bulan di rahimnya. Para ibu ini melahirkannya, merawatnya, menjaga hak hidupnya, tetapi yang mengherankan… saat mereka tumbuh dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri—mereka melukai perasaannya, mengecewakannya, membuatnya menangis, bahkan memukulnya… dan bahkan, saat para Ibu ini beranjak tua, mereka mengirimkannya ke panti jompo dan melupakannya. Bukankah ini kejahatan yang lebih buruk lagi?
Ah, entah virus apa yang menyerang pikiran mereka, mematikan perasaan mereka. Anak-anak itu, saat mereka tumbuh dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri secara penuh, mereka berani membentak ibu mereka dengan kemarahan yang menyakitkan. Bahkan lebih dari itu, mereka memukul atau melakukan hal lain yang tidak pantas hingga membuat para ibu menangis dengan bibir yang menggigil, dengan hati yang perih dan terluka.
Mari kita hentikan semua ini. Bila kau bersedia, pulanglah. Duduklah di hapannya. Dekatkanlah lututmu dengan lututnya. Letakan telapak tanganmu di paha-paha sucinya. Lalu tataplah matanya dalam-dalam… Reguklah kesyahduan kasih sayangnya… rasakanlah hingga merasuk ke dalam hatimu—jauh lebih dalam, jauh lebih dalam… Katakanlah padanya, “Bu, terima kasih dan maaf. Betapa aku mencintaimu.” Sebelum dia pergi untuk selama-lamanya…
Mari kita hentikan semua ini, bila kalian tersentuh dan tergerak ingin membantu saya menyebarkan pesan kebaikan ini, saya sedang berencana membuat project Rahim Semesta, lihatlah videonya di sini dan kabari kami kalau kalian ingin ikut terlibat di sana.
Sekarang, sederhana saja, sebarkanlah surat ini pada sebanyak mungkin orang—teman, sahabat, keluarga, kerabat, siapa saja. Sebarkanlah di milis, facebook, blog, atau lainnya. Dan mari kita lihat, kebaikan seperti apa yang akan terjadi di sekeliling kita.
Salamat datang di Rahim Semesta.
Salam Hangat,
Fahd Djibran
http://www.ruangtengah.co.nr
*gambar diambil dari sini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment