Setan!
Tuhan.
Cinta.
Tiga kata itulah yang mensegmentasikan isi dari buku Yang Galau Yang Meracau (YGYM) karya Fahd Djibran. Oke, oke, aku agak berlebihan. Untuk kata “Setan!” sebenarnya tidak menggunakan “tanda seru”, “Setan”.
Dari semua karya Fahd, aku takluk pada pemikirannya tentang Tuhan dan Muhammad, selalu. Ia dengan mudahnya mendeskripsikan bahkan menarasikan tentang Tuhan dan Muhammad. Karena bagiku, lidahku selalu kelu untuk berkata-kata tentang itu bahkan tanganku enggan menggoreskan tinta untuk mencari arti kata itu-Tuhan dan Muhammad.
Fahd, mengapa engkau selalu mendekati setan untuk mengenal Tuhan?
Aku yakin engkau punya jawaban untuk itu. Setan yang selalu masuk kategori jahat, busuk, bau, menyeramkan, tidak pernah mandi (apa benar?) dan semua imaji kita yang kita gambarkan sendiri. Bagiku setan itu adalah diriku sendiri, sisi iblisku yang selalu tersenyum manis di balik tubuh ini.
Maka bilamana pertanyaan itu dilontarkan untukku, tidak jauh, berarti aku mendekati Tuhan melalui sisi gelapku sendiri. Ya, itu sih aku.
Setelah Mei dan Juni kemarin aku bermelankoli, Juli ini Fahd dan Dee kembali membuatku berpikir dan berimaji melalui YGYM dan Madre.
Fahd, terkadang aku ingin seperti Setan yang kau ceritakan pada judul “Al-Qur’an yang di bakar!”. Sewaktu-waktu aku sempat berpikir untuk membakar Qur’an-ku sendiri. Aku ingin tahu, seberapa jauh aku memiliki iman. Bukan karena takut akan dosa atau neraka yang dijanjikan Tuhan. Seperti kata Cak Nun…
“Andai tidak ada Al-Qur’an kalian tidak mencuri. Itu karena taqwa, karena nurani” – Cak Nun
Ya, aku ingin tahu seberapa jauh nurani dan taqwa-ku bicara bila tanganku yang telah penuh dengan dosa ini membakar kitab sucinya sendiri. Aku ingin tahu. Bila aku tidak merasakan apa-apa, berarti selama ini cuap-cuapku yang membela Tuhan dan agama adalah isapan jempol belaka, munafik.
Galauku ini menggagau. Galauku ini benar-benar berada di lorong gelap tanpa setitik cahaya harapan. Ingin rasanya menghancurkan dinding disamping kiri dan kananku untuk mencari cahaya, namun apa daya, tenagaku tak mampu untuk melakukannya. Aku hanya mampu meraba di dalam kegelapan.
Racauan tak lagi keluar dari bibirku, tubuhku ini ikut meracau, kacau.
Mungkin jalan satu-satunya yaitu dengan membakar Qur’an yang ada dalam genggamanku dengan pematik api yang kubawa, bukankah dengan begitu Qur’an ini memiliki fungsi, benar-benar memberi cahaya padaku dalam kegelapan?
Haha, aku tahu, terkadang kata-kataku terlalu ekstrem atau implisit. Kamu pasti tahu itu.
“Manusia diciptakan untuk bersalah, itulah sebabnya Tuhan menjadi Maha Pengampun” – Fahd Djibran
Semoga mantramu pada cerita “Sisi Gelap” itu benar dan mampu meyakinkanku untuk benar-benar mencoba mencari tahu dan menguji seberapa jauh taqwa dan nuraniku, hehe aku bercanda.
Oke, kembali ke track.
YGYM memiliki kata-kata yang halus, apa adanya dan mudah untuk dicerna. Membaca YGYM aku seolah menemukan diriku sendiri. Aku seolah bercermin. Setan, Tuhan dan Cinta.
Aku melihat setan dalam cerminku. Aku melihat pantulan iblis dalam selimut daging ini.
Tuhan, sebagaimana aku melihat pantulan diriku dalam cermin itu, aku ciptaan-Nya.
Cinta, ah, lagi-lagi tentang cinta. Aku takluk pada kata tak bertulang itu.
Ah ya, selalu saja keluar dari konteks review sebagaimana mestinya bila aku mereview tulisanmu, Fahd. Tulisanmu membuatku curhat, bukan curhat (Tuan) Setan tentunya, he.
Yang pasti, kolaborasi antara Setan, Tuhan dan Cinta dengan soundtrack lagu yang mewakilinya benar-benar manjur sebagai obat kontemplasi. Sederhana saja, aku melihat adanya trias, ada pola hubungan segitiga antara setan, cinta dan tuhan.
YGYM benar-benar mewakili sifat manusia.
Ya, manusia.
Manusia yang selalu takluk, bersujud dan menyembah.. Pada…
Setan
Cinta
dan Tuhan
*4 dari 5. Sama sepertimu yang akan memberikan satu bintang lagi pada Madre untuk di filmkan (aku sangat setuju untuk itu). Aku menahan satu bintang untukmu, untuk Curhat (Tuan) Setan selanjutnya. Ha! :)
0 comments:
Post a Comment