Pak Presiden yang baik,
Tentang kenaikan harga minyak, kami mungkin tidak pandai berhitung: Bagaimana sebenarnya harga minyak ditentukan? Bagaimana neraca perekonomian nasional diperlakukan? Atau pertimbangan apa yang dipakai sehingga satu-satunya pilihan untuk ‘menyelamatkan seluruh bangsa’ harus sama dan sebangun dengan menaikkan harga-harga? Bagi kami, angka-angka selalu terdengar sebagai ilusi belaka, Pak. Setiap hari kami mendengar satuan ‘miliar’ atau ‘triliun’ disebutkan dalam berita-berita, tanpa pernah benar-benar melihatnya dalam bentuk yang sesungguhnya—apalagi menghitungnya satu per satu.
Hidup kami sederhana, disambung lembaran-lembaran uang recehan. Ilmu hitung kami kelas rendahan: berapa untuk makan sehari-hari, uang jajan anak sekolah, biaya transportasi, biaya listrik bulanan, dan kadang-kadang cicilan motor, dispenser atau DVD player. Tak perlu kalkulator. Bila sedang beruntung, kami bisa punya sisa uang untuk jalan-jalan di akhir pekan. Bila sedang sulit, kami tidak kemana-mana, Pak: Kami mencari kebahagiaan gratisan di televisi—meski kadang-kadang justru dibuat pusing dengan berita-berita tentang beberapa anak buah Bapak yang korupsi.
Tahukah Bapak, dalam televisi, juga koran-koran dan majalah: kami seperti tak punya presiden! Kami seperti tak punya pemimpin! Negara ini terlanjur dikuasai para bandit, Pak!
Ah, mungkinkah Bapak tak sempat menonton TV atau membaca koran sehingga Bapak tak mengetahuinya? Tapi, kemana saja sih Bapak selama ini? Mengapa hanya muncul untuk bernyanyi, mengucapkan belasungkawa, atau membacakan pidato-pidato bernada lemah yang berisi kabar buruk, permohonan maaf, dan keprihatinan?
Kami, rakyat biasa, sesekali butuh kabar gembira, Pak! Kadang-kadang kami berkhayal bahwa jangan-jangan kami sedang hidup dalam sinetron? Mungkinkah yang berpidato di televisi itu bukan Bapak—tapi kembaran Bapak yang menyamar atau tertukar? Mungkinkah kepala Bapak terbentur batu dan lantas hilang ingatan? Tetapi, tentu saja itu bukan kabar gembira.
Pak Presiden yang baik,
Kelak bila harga BBM naik, dengan gagah dan baik hati konon Bapak akan memberi kami kompensasi: Bapak akan membuat kami mengantre untuk mendapatkan uang bantuan agar kami tak merasa kesulitan. Tapi, pikiran kami sederhana saja, Pak, benarkah Bapak suka melihat kami mengantre—panjang-mengular dari Sabang sampai Merauke? Kami tidak suka itu, Pak. Kami tak suka terlihat miskin, apalagi menjadi miskin. Kalau memang Bapak punya uang untuk dibagikan kepada kami, pakailah uang itu, kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan ‘perekonomian nasional’ yang konon sedang gawat itu. Tak perlu naikkan BBM, pakailah uang kami itu: kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan bangsa!
Bila perlu, berdirilah di hadapan kami, katakan apa yang negara perlukan dari kami untuk menyelamatkan kegawatan bencana ekonomi negara ini? Bila Bapak perlu uang, kami akan menjual ayam, sapi, mesin jahit, jam tangan, atau apa saja agar terkumpul sejumlah uang untuk melakukan pembangunan dan penyelamatan perekonomian bangsa. Bila Bapak disandra mafia, pejabat-pejabat yang bangsat, atau pengusaha-pengusaha yang menghisap rakyat, tolong beritahu kami: siapa saja mereka? Kami akan bersatu untuk membantumu melenyapkan mereka. Tentu saja, semoga Anda bukan salah satu bagian dari mereka!
Pak Presiden yang baik,
Dengarkanlah kami, berdirilah untuk kami, berbicaralah atas nama kami, belalah kami: maka kami akan selalu ada, berdiri, bahkan berlari mengorbankan apa saja untuk membelamu. Berhentilah berdiri dan berbicara atas nama sejumlah pihak—membela kepentingan-kepentingan golongan. Berhentilah jadi bagian dari mereka yang akan kami benci sampai mati. Jangan jadi penakut, Pak Presiden, jangan jadi pengecut!
Buanglah kalkulatormu, singkirkan tumpukan kertas di hadapanmu, lupakan bisikan-bisikan penjilat di sekelilingmu! Lalu dengarkanlah suara kami, tataplah mata kami: tidak pernah ada satupun pemimpin di atas dunia yang sanggup bertahan dalam kekuasaannya jika ia terus-menerus menulikan dirinya dari suara-suara rakyatnya!
Pak Presiden,
Sekali lagi, tentang kenaikan harga minyak, barangkali kami memang tak pandai berhitung. Tapi, sungguh, kami tak perlu menghitung apapun untuk memutuskan mencintai atau membenci sesuatu; termasuk mencintai atau membencimu!
Dear Mr. President
Come take a walk with me
Let's pretend we're just two people and
You're not better than me
I'd like to ask you some questions if we can speak honestly
What do you feel when you see all the homeless on the street?
Who do you pray for at night before you go to sleep?
What do you feel when you look in the mirror?
Are you proud?
How do you sleep while the rest of us cry?
How do you dream when a mother has no chance to say goodbye?
How do you walk with your head held high?
Can you even look me in the eye?
And tell me why
Dear Mr. President
Were you a lonely boy?
Are you a lonely boy?
Are you a lonely boy?
How can you say
No child is left behind?
We're not dumb and we're not blind!
They're all sitting in your cells
While you pay the road to hell
What kind of father would take his own daughter's rights away?
And what kind of father might hate his own daughter if she were gay?
I can only imagine what the first lady has to say
You've come a long way from whiskey and cocaine
How do you sleep while the rest of us cry?
How do you dream when a mother has no chance to say goodbye?
How do you walk with your head held high?
Can you even look me in the eye?
Let me tell you bout hard work
Minimum wage with a baby on the way
Let me tell you bout hard work
Rebuilding your house after the bombs took them away
Let me tell you bout hard work
Building a bed out of a cardboard box
Let me tell you bout hard work
Hard work
Hard work
You don't know nothing bout hard work
Hard work
Hard work
Oh
How do you sleep at night?
How do you walk with your head held high?
Dear Mr. President
You'd never take a walk with me
Would you?
Salam,
Fahd Djibran | 15/03/2012
*Lagu: Pink feat Indigo Girls – Dear Mr President
*Foto diabil dari sini.
Wah keren pisan tulisannya.. Keterlaluan klo tidak dipenuhi nih
ReplyDeleteAmat merakyat sekali tulisan ini. Tapi sayang, bapak presiden kita pasti tak punya waktu untuk membaca surat ini.
ReplyDeletewah sangat bagus sekali tulisannya, mas. terasa emosional dan ngena, semoga presiden kita yang baik juga membaca tulisan ini ya mas :)
ReplyDeleteSemoga suratnya berbalas :)
ReplyDeleteSuratnya keren, apalagi kalo Pak Presidennya yg baca..
ReplyDeletesuka dengan tulisan ini...
ReplyDeleteSemoga Bapak presiden baca tulisan ini ^^
ReplyDelete"kami rela meminjamkannya utk bangsa.." good quote!
ReplyDeleteLirik lagunya jg pas!
Tq
Nice Posting :)
ReplyDeletesempat nggak yaa pak presiden membaca ini???
ReplyDeleteIzin share ya pak...
ReplyDeleteBuat org yg komen diatas, ini bkan murni menyalahkan tapi bgian du hak brtnya kpda seorang pemimpin..
ReplyDeleteJngan asal ngkritik tulisan org lain krena anda saj blum tntu bsa.. dan smua org d indonesia punya hak utk mngutrakan pendapatnya..
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCoba negeri ini seperti di belanda sampai dijuluki "Negeri Sepeda" karena orang2 rata2 aktifitas sehari menggunakan sepeda atau berjalan kaki. http://www.youtube.com/watch?v=XuBdf9jYj7o&feature=player_embedded
ReplyDeleteKeren bro
ReplyDeleteapakah dengan tidak naiknya harga BBM kita menjadi sejahtera?
ReplyDeleteJustru karena tidak naik saja masyarakat kita sudah susah kan? Barangkali begitu.
ReplyDeletevery nice letter..
ReplyDeletesetidaknya, supir angkot, bus, ataupun tukang ojek g di ceramahi penumpangnya krna ongkosnya naikk
para ibu yg g sanggup bli gas masih bisa "ngasapin" dapurnya
terkdang hal2 kcil sperti itu sngat mngurs otak untuk berfikir^^
smoga pak pres smpat bcaa
oh.... jadi yg bikin kehidupan kita susah selama ini BBM toh
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca dan membatu menyebarkan, Nyonya dan Tuan. Semoga Tuan Presiden dapat membacanya... :)
ReplyDeleteMudah2an Pak presiden baca tulisan ini..:)
ReplyDeleteLike this...terkadang..memang hidup ini terasa penuh sandiwara seperti sinetron...cape liat tv yg itu lagi itu lagi..tak lain kasus sandiwara..semoga indonesia jd lebih baik..dan tulisannya byk drespon..
ReplyDeleteini tulisan rating tinggi, dari olahan kata dan sampai ending pak Presiden mana pun akan membacanya :)
ReplyDeletepresiden gak ada waktu baca.
ReplyDeletekalaupun baca, paling juga ga melakukan apa2.
negara autopilot ini.
Copy ya broe,,, Kita bagikan dan kita kirimkan atasnama rakyat indonesia.......
ReplyDeletetolong di baca sebentar ya Pak Presiden :D
ReplyDeletesemoga masih ada waktu untuk baca tulisan luarbiasa ini :)
saya kagum sama runtuan kata dalam tulisan ini tetapi saya juga miris akan makna dalam tulisan ini.
ReplyDeleteijin share gan.........
ReplyDeletebagus nih...
Saya sdh sampaikan tulisan anda lsg ke sby, tapi sayang pak sby gak bisa internet, hehehe.
ReplyDeleteSemoga ajudan beliau menyampaikannya
Salam
Omjay
diam tertindas atau bangkit melawan.. semoga sampai pada beliau :)
ReplyDeleteluar biasa...............
ReplyDeleteAh, tulisanmu benar-benar menggambarkan suara hati kami. Rakyat kecil.
ReplyDeletesungguh menyentuh hati.
ReplyDeleteTulisan yang Hebat dan mengena.. thank's Bro.
ReplyDeletemoga pak presiden, membaca dan tersinggung.
ReplyDeleteHebat
ReplyDeleteom, harusnya judulnya diganti jadi Dear Bu Ani. hehe.
ReplyDeleteTulisannya menggigit bang... saya setuju
ReplyDeleteSiapa yang rela kekayaan negara ini terus-menerus dihisap koruptor? http://www.fahdisme.com/2012/03/korupsi.html MARI BERSATU DAN LAWAN!
ReplyDeletepak presiden kami yang baik... semoga anda membaca curahan hati kami ini lewat tulisan kami ini... "KARENA BERTANYA TAK MEMBUATMU BERDOSA" :-)
ReplyDeletesungguh perasaan saya terhadap negara ini terwakili oleh kata2 dalam surat ini...semoga terbaca...
ReplyDeleteMari bersatu Hai Rakyat Indonesia.... Lawan para Bandit ekonomi perusak bangsa! Tegakkan kepala dan singsingkan lengan baju mu .... Bergeraklah
ReplyDeleteKasihan Bapak presiden kita yang tercinta ini, kelak di ahkerat nanti banyak di tuntut sama rakyat indonesia, mari kita berdo'a bersama, semoga Bapak presiden di beri kekuatan dengan kehendak Allah SWT untuk menjadi pemimpin yang amanah...aminn...aminn...aminn yaa robal alamin
ReplyDeleteHarga BBM naik bisa jadi karena penggunaan minyak di negara kita terlalu tinggi, jadi negara membeli minyak ke negara lain sehingga harga minyak di dalam negeri meningkat. Mungkin sudah saatnya beralih ke gas.
ReplyDeleteBtw, jadi presiden susah lho. Presiden bisa saja membaca melihat dan mengetahui semua masalah, tapi gak bisa langsung diselesaikan semuanya. Jika ingin tau rasanya, cobalah jadi presiden walau hanya sehari.
brad. haru, brad.
ReplyDeletekarek bisa ayeuna komen. padahal geus lila maca mah..
Yang jelas rakyat yg diatur juga sekehendaknya sendiri. Naik mobil mewah, habis makan sampahnya dibuang lewat jendela mobil. Sampah dibuang sembarangan ke sungai. Maunya malas kerja dan pengen dapat gaji gedhe... Gimana presidennya ga tambah pusing...
ReplyDeleteApapun jawabannya, semoga surat ini terbalas, amien amien ya Rabbal'alamien. . .
ReplyDeleteSUPER!!!
ReplyDeleteTapi sayang, ini sama sekali gak akan mampu menggugah nurani mereka. Saya sangat yakin sekali...
Anonymous yang omongannya nglantur tunjukin diri kalau berani. Saya cuma mau tahu anda siapa? Jangan-jangan tahu tempe...
ReplyDeleteSemoga Pak Presiden berkenan membaca surat yang mewakili banyak suara rakyat ini.
ReplyDeletepemilihan lagunya pas banget yaaa
ReplyDeleteandaikan tulisan dibaca Presiden kita
tapi apa mungkin???
benahi diri-sendiri dulu. ga usah ngatur-ngatur orang :)
ReplyDeleteInsyaallah :)
ReplyDeletedalem tulisannya ya hehehe :)
teruslah berkarya untuk negri kawan! semangaaat!
ini ngena untk kalangan bukan pejabt tp walaupun (tuan) presiden membca kemungkinan dy berkta dlm hti nya "kalian tak merasakn apa yg saya rasakan"
ReplyDeletebahan renungan,,
ReplyDeletekalau uang sudah bicara, maka tidak banyak mulut yg bersuara
ReplyDelete