Fahd Djibrna's Journal

Untitled

print this page
send email
Di sini aku. Ya, masih di sini. Pagi sehabis hujan, matahari yang masih enggan dan mozaik-mozaik kenangan.

Jika segala tentangmu memang harus dilupakan, aku ingin melakukannya pelan-pelan. Seperti seorang lelaki yang melepas kekasihnya di stasiun kereta, dengan lambaian dan deru lokomotif yang berjalan perlahan. Maka jika mataku menjadi berkaca-kaca memandang rambutmu yang murung, hingga mengaburkan cara pandangku tentang kenyataan, aku bersedia memejamkannya: Untuk kubasuh pipiku seperti puisi-hujan membasahi tanah-pagi.

Demikianlah aku selalu mencintaimu, jauh, sejauh kepergianmu. Bagai doa yang kupanjatkan setiap hari agar takdir menghancurkan lantai waktu dan Tuhan tak memberiku kesempatan untuk pernah mencintaimu.



FAHD DJIBRAN
[Fiksi pagi. Mungkin akan ada di novel saya nanti]

*Gambar diambil dari sini.

7 comments:

  1. perih, aku tak bisa dengan tegas mengatakan kenyataan kalau ibuku sudah istikhoroh dan hasilnya buruk, dan aku harus melepaskannya secara perlahan..
    hhuuuaaa curcol

    ReplyDelete
  2. hiks..hiks..*mewek bacanya*

    ReplyDelete
  3. hai anonymous, knp kisah kita mirip ;)

    ReplyDelete