Kelahiran
Hari itu Senin, 12 Rabiul Awal, 570 M. 1443 tahun silam. Angin jazirah mengembangkan senyum seorang ibu yang sedang berbahagia. Aminah namanya. Perempuan agung yang baru saja melahirkan bayi yang dinanti-nanti.
Muhammad nama bayi itu. Aminah terus tersenyum sambil menimang bayi tampan di pangkuannya. “Kelahiran putraku membuat seluruh jagat raya seolah lautan cahaya dan aku sedang berenang di dalamnya!” Ujar Aminah dalam senyum gembira. Bayi tampan itu, Muhammad, tertidur dalam selimut putih dengan wajah yang tenang. Langit, bumi, awan, gunung, hewan-hewan, tetumbuhan, para malaikat, seluruh semesta sedang bershalawat mengagungkan namanya.
Di rumah itu, semua orang berkumpul mengelilinginya. Memuji cahaya di wajahnya. Ada kebahagiaan yang tak bisa mereka jelaskan, meluap-luap di hati mereka. Mereka tak tahu nama kebahagiaan itu, mereka tak pernah merasakan yang sesyahdu dan seagung itu. Mereka merasakan ketenangan dan keagungan yang takterpermaknai dialirkan napas lembut bayi tampan itu. “Dia bayi yang tampan! Sungguh, dia bayi yang tampan!” Kata seseorang di antara mereka. Yang lain mengangguk-angguk memberikan persetujuan. Perasaan gembira bertambah besar di hati mereka.
Nama ayah bayi itu Abdullah. Hamba Tuhan, sebagaimana namanya, yang penyabar dan lembut hatinya. Sayang Abdullah tak bisa ikut merasakan kebahagiaan menyambut bayi Muhammad. Abdullah meninggal sebelum menyaksikan kelahiran putranya. Tetapi kakek bayi itu masih hidup dan sehat, Abdul Muthalib namanya. Dia merupakan pemuka kabilah Quraisy yang bijaksana dan murah hati. Semua ini tentu bukan kebetulan, Tuhan tahu segalanya, bahkan sesuatu yang paling rahasia di antara banyak hal yang telah dilupakan manusia.
***
Begitu indah silsilah bayi tampan ini: Dari Abdul Muthalib lahirlah Abdullah, dan dari Abdullah lahirlah Muhamad. Semua ini memberi tahu kita tentang cara melahirkan Muhammad dari dalam diri kita. Caranya, kita harus mengubah diri menjadi hamba yang terus-menerus melakukan pencarian (dalam bahasa Arab, itu berarti 'abdul muthalib). Beragama adalah proses pencarian terus-menerus, Islam menolak cara beragama yang menetap pada kebiasaan. Kisah Nabi Ibrahim dalam Al-Quran menegaskan bahwa untuk sampai pada keimanan yang kukuh, seseorang harus melalui fase pencarian terus-menerus. Abdul Muthalib mencontohkannya.
Kemudian, dari proses pencarian itu kita akan belajar menjadi pelayan Tuhan (dalam bahasa Arab, itu berarti 'abdullah). Sebagai pelayan Tuhan, seluruh tindakan kita adalah realisasi dari semua perintah dan larangan-Nya. Bila tuannya sangat kasih sayang pada semua manusia, maka sebagai pelayan juga semestinya demikian. Ketika sang tuan tidak memunculkan diri secara langsung, semua tugas dan keberadaan tuan ditentukan oleh sikap dan kreativitas pelayannya.
Maka, setelah menjadi pelayan Tuhan yang baik dan taat, barulah lahir sifat-sifat ”yang terpuji” dalam diri kita (dalam bahasa Arab, itu berarti muhammad). Pelayan yang baik adalah pelayan yang menampilkan seluruh kehormatan dan kebaikan tuannya. Bila Allah kita imani sebagai pemilik nama-nama yang baik (al-asmâ al-husnâ), maka sebagai hamba-Nya kita harus terus-menerus menampilkan nama-nama indah itu dalam perilaku keseharian kita yang nyata. Di sanalah,seluruh diri kita akan menjadi ”sang terpuji”, muhammad, yang menjadi penyebar kasih sayang bagi seluruh semesta (rahmatan lil ’âlamin).
***
Demikianlah Muhammad terlahir.
Mendapati kabar kelahiran cucunya, Abdul Muthalib sangat berbahagia. Dia bergegas menuju kediaman menantunya, Aminah.
“Berita bahagia, wahai Abdul Muthalib! Engkau mempunyai seorang cucu laki-laki yang rupawan! Belum pernah ada bayi seperti dirinya di muka bumi ini!” Seseorang menegur Abdul Muthalib yang terus tersenyum sepanjang perjalanan.
Setibanya di kediaman Siti Aminah, Abdul Muthalib segera memeluk bayi tampan itu dengan penuh kasih sayang. Dia benar-benar bahagia, tak terjelaskan. Senyumnya terus mengembang, tak bisa disembunyikan.
“Mari kita beri nama dia Muhammad!” kata Abdul Muthalib, “Semoga cucuku ini dicintai di manapun dan dipuji di manapun! Inilah sebabnya aku menamainya Muhammad! Rawatlah dia dengan baik, seluruh dunia akan mengenalnya!”
Kelahiran Muhammad membawa kebahagiaan tersendiri di kalangan keluarganya. Dalam beberapa riwayat diceritakan bahwa di malam saat Muhammad lahir ada cahaya yang bersinar di langit kota Makkah, berkilau ke seluruh semesta. Cahaya, ya cahaya, selalu menjadi amsal bagi sebuah harapan. Semua ini tentu beralasan, kelahiran Muhammad adalah kelahiran sebuah harapan—tentang hidup yang ditegakkan dengan cinta dan kasih sayang.
***
Ya Rasulullah, malam ini, jagat raya kembali mengenang kelahiranmu—tak putus-putus bershalawat mengagungkan namamu. Oh, kami merindukanmu, Ya Maulaya. Betapa kami merindukanmu, Kekasih...
Allahumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ âli Sayyidinâ Muhammad...
Fahd Djibran | 23/01/2013
*Musik: Yanni - Until The Last Moment
**Gambar diambil dari sini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Allahumma shalli ‘alâ Sayyidinâ
ReplyDeleteMuhammad wa ‘alâ âli Sayyidinâ
Muhammad...
Allahumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ âli Sayyidinâ Muhammad...
ReplyDeleteAllahumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ âli Sayyidinâ Muhammad...
ReplyDelete